.arabic { font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; direction:rtl; line-height: 200% ; font-weight: bold; }

tex

"Berjuang Menebarkan Kebaikan Guna Mencapai Ridho Allah"

Salam 2

Basmallah

Islami Clock

About Me

Foto saya
Hidup Adalah Perjuangan Mencari Jati Diri

Aturan Agama

Aturan Agama Sebagai Beban Jiwa PDF Print E-mail
Written by Abu Sangkan
Pada kesempatan yang baik ini saya akan mengajak saudara sekalian untuk menjenguk jiwa kita yang menderita akibat beban yang terlalu lama di tanggungnya. Rasa lelah itu mengakibatkan ruhani menjadi kering dan hampir saja sakit jiwa, karena tidak dapat menghindari eksekusi berupa ancaman-ancaman dosa dan beban tuntutan melaksanakan kebaikan-kebaikan serta meninggalkan larangan aturan agama yang sering disampaikan dalam setiap pertemuan pengajian.

Selama ini aturan agama formal telah dijadikan alat kepercayaan yang dibebankan terus menerus secara eksternal. Misalnya kalian harus baik, kalian tidak boleh iri, tidak boleh marah, tidak boleh berbuat riya', tidak boleh syirik, dan kalian harus sabar, harus mencintai Tuhanmu dan Rasulmu, harus mencitai sesama muslim sebab jika tidak, kalian termasuk tergolong orang yang harus masuk neraka dst. Keadaan ini bersifat 'top down' diwarisi secara turun temurun dari ulama', kyai, ustadz, kitab-kitab atau ditanamkan melalui keluarga dan tradisi. Akan tetapi sebenarnya aturan formal agama hanyalah merupakan alat pemandu atau peta kebenaran yang muncul dari jiwa, karena jiwa sendiri memiliki potensi keagamaan secara fitrah. potensi-potensi kebaikan itu tidak bisa dipaksakan seperti kita memaksa orang harus terharu, menangis, tersenyum, bergembira, berbahagia, mencintai dll. Hal ini akan sangat aneh jika anda harus tertawa, sedangkan anda sendiri tidak merasa perlu & harus tertawa, atau rasa RINDU itu tidak bisa di katakan "anda harus "rindu" kepada si Ani. Jika jiwa anda tidak merasa mencintai si Ani, hal ini akan sangat berbahaya bagi kesehatan jiwa anda kalau tetap dipaksakan untuk "harus" berbuat Rindu atau mencintai si Ani. Alqur'an dalam hal ini memandu dan mengarahkan bakat yang muncul dalam dirinya. atau menunjukkan ciri-cirinya saja antara orang yang sudah mendapatkan keadaan iman maupun yang masih tertutup oleh cahaya ilahy, sehingga hampir selalu pada setiap ayat mendampingkan perbuatan jahat dengan perbuatan ketakwaan.

Jiwa manusia memiliki dua potensi yang sama kuat. yaitu potensi jahat dan potensi baik. Kita merasakan potensi jahat itu tidak pernah kita pelajari, misalnya saya tidak pernah belajar syirik, iri, dengki, tidak khusyu', marah, dan benci kepada sesama. semuanya itu muncul dari dalam potensi jiwa tanpa proses berfikir yang disampaikan secara eksternal ~ kita cukup mengikuti apa kata jiwa yang jahat tersebut tanpa beban. Seperti bila kita perhatikan orang-orang yang pergi malam-malam ke diskotik, ~ mereka tidak mempedulikan udara dingin menerpa tubuhnya yang setengah terbuka, serta bagaimana mereka mempersiapkan dirinya dengan serius sebelum meluncur ke lokasi tersebut. Dari dandanannya harus paling wah, hingga parfum dan make-up nya tampak menor ~ disana ia berdansa dan mabuk sampai pagi. Semua apa yang dilakukan orang tersebut tidak merasa dibebani oleh orang lain, akan tetapi ia hanya mengikuti kata jiwanya secara merdeka dan merasakan kepuasan dan keasyikan tersendiri. Contoh lain ialah orang yang senang menyembah atau mengagungkan benda-benda keramat berupa patung, keris, ajimat, mereka mengagumi seperti mengagumi selayaknya kepada Tuhan. Sebagaimana difirmankan dalam Alqur'an :

Dan mereka itu telah dimesrakan dalam hati-hati mereka untuk menyembah anak lembu dengan kekufuran mereka (QS. Al Baqarah: 92)

Atau beberapa kalimat lain yang senada dengan itu, penyembah-penyembah berhala itu sangat mencintai berhalanya, seperti firman Allah:

Di antara manusia ada yang menjadikan sekutu-sekutu selain Allah, mereka itu mencintainya seperti cintanya kepada Allah, sedang orang-orang yang beriman lebih mencintai Allah. (QS. Al Baqarah:165)

Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa mereka itu mengikuti jiwanya (nafsu) yang cenderung untuk berbuat sesat tanpa pimpinan Allah.

Kalau mereka itu tidak memperkenankan seruanmu, maka ketahuilah sesungguhnya mereka itu mengikuti hawa nafsu (kecenderungan jiwa) mereka. (QS. Al Qashash:50)

Kita disadarkan oleh ayat ini, bahwa orang-orang yang sesat dalam melakukan suatu perbuatan kejahatan (kesesatan) sebenarnya hanyalah mengikuti potensi yang muncul dalam jiwanya (nafs), yaitu rasa mencintai dan dimesrakan/dimanjakan dengan perbuatan tersebut, sehingga jiwa tidak merasa terbebani oleh karenanya. Maka jangan heran jika kita sering melihat orang yang berbuat kesesatan dengan sangat mudah melakukannya dan tampak 'menikmati' nya. Bandingkan dengan orang yang melakukan perbuatan kebaikan (ketakwaan), tampak sekali beban di raut mukanya tidak merasa nyaman didalam melakukan peribadatan seperti shalat, zakat, berdzikir, haji, karena semuanya dilakukan oleh dorongan dari luar dirinya bukan yang muncul dari potensi jiwanya ~ yang akibatnya akan menjadi jenuh dan depresi. Hal inilah yang dikritik oleh Allah bagi peshalat, sehingga mereka hanya mendapatkan rasa capek dan penat, atau orang yang berpuasa hanya mendapat rasa haus dan lapar ~ karena perbuatan yang dilakukan bukan berasal dari potensi jiwa yang baik.

Potensi jiwa merupakan kekuatan yang sama tuanya dengan sejarah ummat manusia, namun konsep ini baru pertama kali dikembangkan secara utuh dalam ilmu psikologi yang digagas oleh Sigmund Freud pada abad 18, atau penelitian yang di lakukan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall tentang kecerdasan spiritual.

Pada awalnya, Freud menetapkan dua proses psikologis, primer dan skunder. Proses primer diasosiasikan dengan id, insting, tubuh, emosi dan bawah sadar, sedangkan proses skunder diasosiasikan dengan ego, kesadaran dan pikiran rasional. Bagi Freud, proses sekunder adalah lebih tinggi dan unggul, sehingga tidak heran pada masa itu orang banyak memuja rasionalitas, sedangkan Al Ghazali menentang dengan tegas rasionalitas yang di-agungkan oleh kaum Mu'tazilah. Al Ghazali lebih mengunggulkan konsep ilahiyah yang muncul dari pusat jiwa.

Demi Jiwa ,serta penyempurnaanya.maka Allah mengilhamkan kepada Jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan (QS. As Syams:7-8)

Potensi jiwa yang baik dan potensi jiwa yang jahat dalam Alqur'an sering diungkapkan dalam bentuk berita atau menunjukkan keadaan masing-masing ~ bukan menggunakan kata perintah (amar) atau larangan ( nahyi). Hal ini menunjukkan bahwa perbuatan tadi tidak bisa dilakukan tanpa ada perasaan yang mendorong untuk berbuat. Keadaan ini yang dikatakan sebagai hal (kenyataan) yang muncul dalam jiwa, maka manusia hanya mengikuti kata jiwa tadi ~ seperti peristiwa yang dialami oleh nabi Yusuf as. Wama ubarriu nafsi inna nafsa la ammaratun bis su'....dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) , karena sesungguhnya nafsu (jiwa) itu selalu menyuruh kepada kejahatan ....(QS. Yusuf:53). Dan nafs (jiwa) yang jahat tadi merupakan potensi yang mengalir tanpa melalui proses berfikir ~ kita tinggal mengikuti alur rasa jahat tadi tanpa beban, kecuali jiwa yang telah di rahmati oleh Allah yang memiliki potensi kebaikan ~ maka rasa kebaikan itu akan muncul begitu saja, terharu tatkala disebut nama Allah, rasa kasih sayang yang tinggi menyelimuti hati, rendah hati,selalu cenderung berbakti kepada Allah serta merasakan kenikmatan dan kekhusyu'an didalam shalat, maupun beribadah lainya. Keadaan ini tidak bisa dipaksakan, sebab rasa tadi muncul dari fitrah jiwa yang dirahmati oleh Allah.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Ar Rum: 30 )

Fitrah manusia memiliki potensi keagamaan yang lurus, yang selaras dengan keinginan Allah, keinginan itu diaktualisasikan kedalam kitab suci, sehingga ketika orang didalam jiwanya muncul potensi ingin memuja Tuhannya, maka Allah telah membuat aturan-aturan didalam pemujaan ~ seperti shalat, dzikir,dan beramal shaleh lainnya. Seluruh aturan itu bersifat fitrah dan disepakati oleh potensi agama yang ada dalam jiwanya. keadaan jiwa orang kafirpun memiliki potensi kejiwaan untuk memuja Tuhan, akan tetapi aturan yang mereka pilih didalam memuja Tuhan menemukan cara yang ia dapati oleh doktrin agama yang mereka anut, namun rasa ingin memuja itu sudah ada dan mengalir tanpa melalui proses berfikir. Atau potensi rasa cinta seseorang yang muncul di dalam dirinya terhadap lawan jenisnya, ~ potensi ini bersifat fitrah dari Tuhan. Namun jika orang tersebut tidak mengetahui bagaimana harus mengarahkan percintaannya, maka orang tersebut bercinta tanpa aturan atau disebut berzina.

Seperti saya sampaikan diatas bahwa potensi kebaikan pada manusia sudah ada sejak ruh manusia ditiupkan oleh-Nya. Alqur'an hanya sebagai hudan (petunjuk jalan) bagi orang yang bertakwa (orang yang sudah mendapatkan ilham ketakwaan ) dzalikal kitabu laa raiba fihi hudan lil muttaqin. Maka kalau kita perhatikan, potensi-potensi jiwa tadi didalam alqur'an tidak ditulis sebagai sebuah perintah atau larangan. Alqur'an hanyak mengung-kapkan keadaan, suasana, ciri-ciri, orang-orang yang telah merasakan potensi tersebut. misalnya tentang potensi khusyu' bagi orang yang beriman dalam Alqur'an berikut ini :

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang khusyu' dalam shalatnya. (QS. Al Mukminun: 1-2)

Sesungguhnya orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Nama Allah gemetarlah hati mereka , dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Nya, bertambah iman mereka dan kepada Tuhannya mereka bertawakkal (QS. Al Anfaal: 2)

Apabila Al qur'an dibacakan kepada mereka, merekapun menyungkur atas muka mereka sambil bersujud dan mereka berkata : Maha Suci Tuhan kami, sungguh janji Tuhan kami pasti dipenuhi.Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis, dan mereka bertambah khusyu' (QS. Al Isra' : 107-109)

.....dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat allah Yang Maha Pemurah kepada mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis .. (QS. Maryam: 58)

Pada ayat lain Allah mengungkapkan orang-orang yang memiliki potensi jahat yang muncul dalam jiwa. seperti pada surat berikut ini :

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan shalat itu) dihadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Nama Allah (dzikrullah) kecuali hanya sediki sekali . (QS. An nisa : 142)

Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka ditutup, dan bagi mereka siksa yang berat (QS. Al Baqarah: 7)

Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta (QS. Al Baqarah:10)

Mari kita perhatikan bentuk ungkapan ayat-ayat diatas, baik kepada orang yang memilki potensi baik (taqwa) maupun yang berpotensi sesat (fakhsya) ~ keduanya diungkapkan dalam bentuk berita atau hal, bukan bentuk perintah atau bentuk larangan ~ karena keduanya keluar dari potensi jiwa secara fitrah. Seperti dikatakan bahwa ciri-ciri orang beriman apabila disebut Nama Allah bergetar hatinya, menyungkur dan menangis, atau Al Qur'an hanya mengatakan sungguh beruntung orang beriman yang apabila shalat selalu khusyu', ~ hal ini tidak bisa kita mencoba memaksa menangis, bergetar hati, khusyu' dll. Demikian pula ungkapan bagi orang yang memiliki potensi jiwa jahat. Al qur'an menjelaskan kenyataan jiwa kepada kita sebagai pemandu atau barometer keadaan jiwa kita, yaitu kenyataan jiwa yang beriman dan kenyataan jiwa yang tertutup hatinya, sehingga Alqur'an disebut sebagai furqan (pembeda) atau hudan (petunjuk bagi orang yang telah mendapatkan potensi baik (taqwa) ~ dzalikal kitabu laa raiba fihi hudan lil muttaqiin.

Alqur'an sebagai furqan tentang kebaikan dan tentang kejahatan. semuanya diungkapkan dengan sangat jelas perbedaan orang yang beriman dan kafir, orang yang mendapatkan petunjuk dan orang yang mati hatinya.

Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana kita bisa mendapatkan ilham kebaikan yang muncul dari potensi jiwa tersebut ??

Untuk lebih jelasnya mari kita lihat firman Allah yang berbunyi sbb.

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk ( menerima ) agama Islam lalu ia mendapat cahaya ( pencerahan) dari Tuhannya. ( sama dengan orang yang membati hatinya )? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (.QS Az Zumar: 22)

Ayat ini secara tegas membandingkan orang yang mendapatkan pencerahan dari Tuhannya melalui cahaya-NYa, yang akan membimbing kepada jalan ketakwaan, yaitu dengan selalu ingat kepada Allah (dzikrullah). Dan selanjutnya dikatakan bahwa orang yang mendapatkan potensi kejahatan adalah orang yang hatinya telah membatu, tidak mau mengingat kepada Allah ~ dan orang tersebut termasuk tergolong sesat. Selanjutnya mari kita buka surat berikut ini :

Demi Jiwa serta penyempurnaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya (QS. Asy syams : 7-8)

Di dalam Mu'jam al Fadzil Qur'anil Karim yang diterbitkan oleh Majma'ul Al Arabiyyah, kata ILHAM ditafsirkan dengan, disusupkan kedalam hati perasaan yang sensitif yang dapat dipergunakan untuk membedakan antara kesesatan dan petunjuk. Di dalam kamus Al Muhith disebutkan Al Hamahu Khaira (Allah mengilhamkan kepadanya kebaikan), yakni Allah mengajarkan kepadanya. Ibnu Atsir dalam An nihayah mengungkapkan sebuah hadist yang di riwayatkan oleh Tirmidzi, Thabari, Baihaki dari Ibnu Abbas (hadist gharib)

Ya Allah sungguh aku memohon kepada-Mu rahmat dari sisi-Mu yang mengilhamkan kepadaku dengannya petunjukku.

Kemudian Ibnu Atsir berkata: Ilham adalah Allah menyusupkan kedalam jiwa suatu perkara yang membangkitkan keinginannya untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya, dan merupakan salah satu jenis Wahyu yang Allah istimewakan dengannya siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya.

Allah telah mendatangkan ilham kepada Nabi Yusuf, tatkala nabi Yusuf menyadari bahwa dirinya tidak mampu lagi menguasai ajakan nafsunya yang terlalu kuat untuk berbuat kesalahan ~ wama ubarriu nafsi inna nafsa lammaratun bissu'

Dikisahkan dalam Alqur'an bahwa, Yusuf hampir saja berbuat mesum dengan wanita cantik, akan tetapi kalau tidak ada rahmat dan pertolongan melalui ilham (burhan) dari Tuhannya, maka beliau termasuk orang yang aniaya, sebagaimana tercantum dalam firman Allah :

Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal dirumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini", Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang yang dzalim tiada akan beruntung.

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu ,andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih (mukhlasin). (QS. Yusuf: 23-24 )

Jika kita simpulkan kisah Nabi Yusuf di atas, sejak mulai beliau mengatakan bahwa dirinya tidak mempercayai nafsunya karena nafsu itu selalu saja mengajak kepada hal yang tidak baik (innan nafsa la ammaratun bissu') kecuali nafsu yang telah mendapatkan cahaya (burhan/ pencerahan) dari Tuhannya. Dengan cahaya Ilahy itulah Nabi Yusuf dibimbing dan selamat dari perangkap gejolak Nafsunya yang buruk. Hal ini dikarenakan Nabi Yusuf telah menyerahkan dirinya kepada Allah atas kekuatan Nafsunya yang jahat, dengan mengatakan: "Aku Berlindung kepada Allah." Sikap menyerah kepada Allah inilah yang menjadi perhatian kita, agar kita bisa merasakan bagaimana Allah mencabut rasa jahat dalam diri kita. ~ berganti menjadi iman yang keluar dari potensi jiwa yang mendapat rahmat dari Allah. Hal ini diperkuat dengan kata "mukhlasin" pada akhir ayat, sebagai obyek (maf'ul) yang diberi keikhlasan, artinya keikhlasan Yusuf itu muncul dari ilham yang mengalir dari jiwa yang dirahmati. Dan menunjukkan bahwa Yusuf bukanlah orang yang mampu mengendalikan dirinya dengan kekuatannya, akan tetapi Allahlah yang menuntun hati Yusuf sehingga dirinya tidak terjerumus kepada kejahatan.

Allah berfirman :

Keimanan telah ditetapkan Allah kedalam "hatinya" serta dikokohkan pula Ruh dari diri-Nya (QS. Al Mujaadilah:22)

Dan Kami tunjang pula mereka dengan petunjuk, dan Kami teguhkan "hati" mereka (QS. Al Kahfi: 13-14)

Dialah Yang telah menurunkan ketentraman di dalam hati orang-orang yang beriman supaya bertambah keimanannya disamping keimanan yang telah ada ( QS. Al Fath: 4 )

Ilham itu masuk kedalam jiwa orang itu, dan orang tersebut tinggal mengikuti gerakan jiwanya melakukan perbuatan yang baik tanpa beban. Dan Alqur'an akan mengabarkan kebenaran yang dirasakan oleh orang yang mendapatkan pengalaman beriman tersebut. begitu pula jika ilham kejahatan itu muncul, Alqur'an memaparkan secara gamblang mengung-kapkan ciri-cirinya.

Mengapa kita mendapatkan ilham kejahatan ??

Kata ilham, saya gunakan untuk memudahkan pengertian bahwa potensi itu muncul bukan dari pikiran, sama halnya rasa iman, takwa, cinta yang berasal dari jiwa manusia.dan kepada jiwa itulah semua ilham dihembuskan, dan barang siapa mendapatkan ilham dari salah satunya maka tidak ada seorangpun yang mampu menghalau bisikan ilham tersebut, baik ilham ketakwaan maupun ilham kejahatan ~ yang sebenarnya merupakan ilmu yang datang dari Allah, karena Allahlah yang menyusupkan kedalam hati manusia. Selanjutnya tergantung peranan akal-lah yang akan memilih kepada ilham yang mana ia sukai. Allah telah membebaskan manusia untuk menentukan pilihannya, mengikuti ajaran Allah atau mengikuti ajaran syetan ~ sebab ketika kita tidak memilih Allah maka secara otomatis pembimbing hati manusia itu adalah syetan. Hal tersebut diungkapkan bagaimana proses syetan memerankan fungsinya sebagai pembimbing, yaitu tatkala Allah tidak mau lagi melihat hati manusia yang lalai ~ yaitu orang yang tidak mau mendekatkan diri (berserah) kepada Allah.

Firman Allah :

Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah, Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya ( QS. Az Zukhruf: 36 )

Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah, mereka itu golongan syetan ..... (QS. Al Mujaadilah:19)

Tatkala manusia tidak lagi membutuhkan Allah serta tidak menempatkan Allah sebagai Tuhan dalam jiwanya, maka Syetan itulah yang menjadi penasehatnya serta memerintahkan dan menuntun kepada kejahatan. Akan tetapi ilham itu tetap berasal dari Allah, hanya saja syetan itulah yang menyelewengkan ilmu itu dari kebenaran. Misa